(Cerita oleh: Gugus Suryaman)
Salah satu budaya yang hingga kini masih dipelajari generasi muda Kabupaten Muna adalah silat asli Muna yang disebut Ewa Wuna. Selain sebagai bela diri, Ewa Wuna juga biasa dipakai sebagai penyambutan terhadap tamu-tamu yang datang di daerah ini.
Salah satu perguruannya ada di Desa Korihi, pelatihnya sendiri adalah kepala desa setempat. Murid-muridnya sering diminta bersilat saat acara pentas, pernikahan, penyambutan tamu, maupun acara-acara khusus. Mereka terdiri dari perempuan dan laki-laki, keterampilannya sama.
Para pesilat memperagakan Ewa Wuna menggunakan benda tajam asli, parang dan belati, pisau, badik atau keris dihadapan gurunya, dan kami bersama Camat Lohia, LM Hajar Sosi, menyaksikan dengan saksama sambil memencet shutter kamera. Pesilat remaja yang menari di hadapan kami, tampak bersemangat meski tengah berpuasa. Pesilat laki-laki memegang parang sedangkan perempuan memegang pisau.
Tarian sabet-menyabet dua pasang pesilat ini seperti sedang berperang benaran. Parang disapu ke arah kaki dan kepala, pisau ditikam ke perut atau dada. Ngeri melihatnya. Meski begitu, gerakan indah para pesilat membuat kami takjub walau hanya beberapa menit.