Istimewa (Telisik.id)

Tari Umoara, Refleksi Semangat Juang Suku Tolaki dalam Warisan Budaya Sulawesi Tenggara

Diposting pada

TURGO.ID, Kendari – Tari Umoara adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi Tenggara, tepatnya dari Suku Tolaki. Selain memukau dengan gerakan yang dinamis, tarian ini memiliki sejarah panjang dan kaya akan makna sebagai bagian dari warisan budaya. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai sejarah, filosofi, dan keunikan Tari Umoara.

Sejarah Tari Umoara

Tari Umoara memiliki akar yang kuat dalam tradisi peperangan Suku Tolaki pada masa Kerajaan Konawe. Dahulu, tarian ini dipertunjukkan untuk menyambut kembalinya prajurit yang berhasil pulang setelah berperang, sebagai bentuk penghormatan atas kemenangan mereka. Kata “Umoara” sendiri berasal dari bahasa Tolaki yang berarti “mencoba” atau “uji kemampuan,” yang menggambarkan semangat latihan serta ketangkasan dalam bertempur.

Pada masa kerajaan, Tari Umoara juga sering menjadi bagian dari upacara penting, seperti ritual penyambutan tamu agung, pelantikan raja, hingga pengiring jenazah bangsawan. Seiring berjalannya waktu, fungsi tarian ini berubah dari sebuah ritual perang menjadi pertunjukan budaya yang sering dipentaskan dalam acara adat, festival, atau penyambutan tamu.

Struktur dan Gerakan Tarian

Tari Umoara biasanya dibawakan oleh 2 hingga 3 penari laki-laki yang menggambarkan pertempuran dua prajurit di medan perang. Gerakan yang ada dalam tarian ini antara lain:

  • Hentakan Kaki: Menunjukkan kekuatan dan ketahanan tubuh.
  • Ayunan Parang (Ta’awu): Melambangkan ketangkasan dalam menyerang lawan.
  • Tameng (Kinia): Gerakan yang menggambarkan kewaspadaan dan perlindungan diri.

Setiap gerakan diiringi dengan teriakan penuh semangat (sambayo) yang semakin memperkuat nuansa heroik. Ritme yang cepat dari alat musik tradisional seperti gong dan gendang juga memberikan dorongan semangat pada para penari.

Filosofi dan Makna Simbolis

Tari Umoara tidak hanya sebagai tontonan, tetapi mengandung nilai-nilai luhur yang mendalam:

  • Keberanian: Diperlihatkan melalui gerakan agresif dan penggunaan parang sebagai senjata.
  • Kebersamaan: Meskipun menggambarkan duel, tarian ini juga mengajarkan pentingnya kerja sama dalam menghadapi tantangan.
  • Penghormatan: Tarian ini menjadi simbol penghargaan kepada tamu atau pemimpin yang dihormati.
  • Makna “mencoba”: Nama “Umoara” juga mengajarkan bahwa keberhasilan memerlukan latihan dan kesiapan mental yang matang.

Kostum dan Properti

Para penari Tari Umoara mengenakan busana khas prajurit Tolaki:

  • Ikat Kepala Merah: Menandakan keberanian sang prajurit.
  • Baju Kulit Tebal: Sebagai pelindung tubuh layaknya baju perang.
  • Celana Lutut: Memudahkan penari dalam bergerak lincah selama pertunjukan.

Properti utama seperti parang ta’awu (parang khas Tolaki) dan tameng kinia (tameng dari kayu) menjadi simbol penting yang memperkuat keaslian budaya dalam tarian ini.

Transformasi dan Pelestarian

Meski dimulai sebagai tarian yang sakral, kini Tari Umoara telah diadaptasi menjadi pertunjukan hiburan sekaligus media edukasi budaya. Kelompok seni di berbagai daerah, terutama di Kabupaten Konawe, aktif mempertunjukkan tarian ini dalam festival baik di tingkat nasional maupun internasional. Upaya pelestarian terus dilakukan dengan melibatkan generasi muda dalam pelatihan tari dan dokumentasi gerakan agar tradisi ini tetap lestari.

Di zaman modern ini, Tari Umoara telah menjadi salah satu ikon kebanggaan Sulawesi Tenggara. Pertunjukannya sering kali digabungkan dengan unsur teater untuk menceritakan kisah sejarah Suku Tolaki. Tak jarang, tari ini dipentaskan dalam acara resmi pemerintah sebagai simbol diplomasi budaya.

Tari Umoara adalah sebuah karya seni budaya yang mencerminkan semangat juang Suku Tolaki. Dari asal-usulnya yang erat dengan peperangan hingga tampilannya yang kini lebih modern, tarian ini terus hidup sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan. Pelestarian Tari Umoara bukan hanya tentang mempertahankan gerakan, tetapi juga menjaga identitas dan nilai-nilai luhur masyarakat Sulawesi Tenggara.

Penulis : Lela

Editor : Cy