(Cerita: Didul Interisti)
TURGO.ID – Umumnya singkong direbus atau digoreng untuk dikonsumsi. Namun, lain halnya bagi masyarakat Buton dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Mereka mengolah ketela pohon, sehingga memiliki bentuk dan rasa yang berbeda saat disajikan. Olahan ubi kayu ini dinamakan kasoami.
Pengolahan kasoami terbilang mudah. Setelah dikupas kulitnya, ubi kayu lalu diparut halus. Parutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah bersih, karung, kain, ataupun kantung plastik untuk dipadatkan. Pemadatan dilakukan dengan cara untuk menghilangkan kandungan air dalam parutan halus sebelumnya.
Parutan yang telah dipadatkan tadi lalu dipotong-potong, diremas, dan diayak hingga menjadi seperti tepung. Selanjutnya bahan yang telah berbentuk tepung ini dimasukkan dalam cetakan berbentuk kerucut. Umumnya cetakan ini menggunakan daun kelapa yang dianyam.
Cetakan yang telah diisi lalu dikukus. Agar didapat hasil yang baik, saat proses pengukusan mesti ditutup rapat. Setelah matang, kasoami siap disajikan.
Kasuami memiliki beberapa variasi. Di antaranya kasuami putih, kasuami pepe, dan kasoami gula merah. Namun, semuanya tetap tak melewatkan bahan utamanya, ubi kayu.
Makanan ini memiliki tekstur yang padat, lembut, dan kenyal ketika disantap. Ia umumnya disandingkan dengan ikan kuah, ikan asin, ikan bakar, ataupun sayur bening. Bagi yang belum terbiasa, dikonsumsi dengan menu mengandung air lebih direkomendasikan karena tekstur kasoami tadi.
Mengonsumsi kasoami membuat cepat kenyang. Disebabkan sifat dasar ubi kayu yang mengandung banyak karbohidrat. Ditambah lagi karena teksturnya yang padat dan kenyal.
Kasoami mampu bertahan disimpan selama dua sampai tiga hari. Ini pun tergantung media penyimpanannya. Makanan ini akan terasa kecut, mengeras, berjamur ketika tak disimpan dengan baik.
Kasoami sendiri hanya ditemukan di pasar tradisional. Tak ada di toko oleh-oleh. Masa keawetan yang tak lama tersebut bisa jadi menjadi alasan ia tak dipajang di sana.