Turgo.id – Perjalanan mengikhlaskan membawaku pada titik di mana aku harus berusaha mencari celah di antara kegelapan.
Merelakan sesuatu yang berharga yang ada di dalam hidup kita bukanlah hal yang mudah, apalagi, hal tersebut merupakan sesuatu yang berpengaruh besar, termasuk pada kebahagiaan dan emosional kita.
Sering kali, batin kita mengamuk, mencari jawaban-jawaban di antara tanda tanya itu, tapi yang terlihat hanya bayang-banyang titik di alam semesta.
Memaksakan melanjutkan sesuatu yang semesta sendiripun sudah mengakhirinya adalah part terbodoh di dalam hidup, di mana kita terus mencari-cari jalan di antara jurang tak burujung.
Perasaan berpura-pura masih memiliki, tapi kenyataan mengatakan bahwa semuanya sudah selesai. Sikap penolakan ini hanya akan membawa kita jauh lebih hancur dan terpuruk, karena sebenarnya kita hanya menunda sakit hati.
Memang sakit, ketika harus menerima kenyataan pahit yang tidak kita inginkan, tapi memanipulasi pikiran dan perasaan hanya akan membuat kita semakin lebur pada rasa sakit, pada akhirnya, untuk keluar dari lingkaran itu malah makin rumin.
Tidak mudah, tapi, sesekali melatih diri untuk lapang dalam menyambut rasa sakit hati adalah cara terbaik untuk cepat sembuh. Ketimbang lari dan menolak, menyambut dan merayakannya juga tidak begitu buruk.
Merayakan sakit hati ternyata lebih baik, sebab, perasaan yang tidak enak sekalipun, jika diterima dengan baik, maka akan lebih mudah mencari jalannya untuk sembuh.
Sementara penolakan, ketidakterimaan hanya akan membawa kita jauh lebih hancur, terpuruk dan semakin lemah. Menolak badai di dalam hidup kita adalah rumus melemahkan. Kita akan capek. Sebab yang dilawan tidak seimbang dengan kekuatan kita. Sesekali, cobalah melunak, sambut badai itu dan biarkan ia membawa kita kemana pun ia mau, rasakan dan nikmatilah meskipun itu harus berdarah-darah karena tidak semua badai harus dilawan, dan tidak semua luka obatnya adalah lari.
Tidak ada rasa sakit yang proses sembuhnya itu cepat. Perasaan penolakan akan selalu ada, tapi, memilih membuka diri pada kenyataan membuat rasa sakit kita jauh lebih ringan dirasa.
Jatuh bangun bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kalau memang kita bisa merasakan sakit itu dengan baik. Justru, lari dan menyangkal lah yang menjadi salah satu bentuk penderitaan yang paling nyata.
Maka, terimalah semua luka, sambut mereka, peluk mereka dengan hangat. Rangkul semua kehancuran itu. Perihal sembuhnya kapan, biarkan semesta yang bekerja. Kita semua memang pernah salah, kalah dan gagal, tapi kita bisa memilih untuk tidak menderita. Pada akhirnya, semua kembali pada kendali diri sendiri.
Peluklah dirimu yang penuh luka itu, sebab sebenarnya sesungguhnya kekuatan itu datang dari luka yang kau rangkul.
Penulis: Uci Lestari