Komik dan Film, Industri Kreatif yang Prospektif pada Era Adaptasi Kebiasaan Baru

Komik dan Film, Industri Kreatif yang Prospektif pada Era Adaptasi Kebiasaan Baru

Diposting pada

TURGO.ID – Sebagai bagian dari industri kreatif, film dan komik dinilai berpeluang dan prospektif untuk berkembang lebih maju melalui sinergi para pelaku kreatif di dalamnya pada era adaptasi kebiasaan baru.

Hal ini terungkap dalam talkshow daring bertema “Peluang Komik di Film Nasional” yang digagas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kamis (13/8/2020).

“Film dan komik di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan. Untuk itu pelaku usaha kreatif komik dan film harus saling bersinergi menciptakan kolaborasi guna melihat berbagai peluang yang nantinya bisa diimplementasikan,” kata Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf, Frans Teguh, seperti dikutip Turgo.Id dari laman Kemenparekraf.

Sementara itu, Celerina Judisari selaku produser, mengatakan peluang bisa ditangkap dari dua tahapan yakni pembaca dan penonton film.

“Ketika komik tervisualisasikan dalam bentuk film, pembaca lama perlu kita gandeng kembali. Karena akan ada ada transisi-transisi diantara pembaca lama dan pembaca baru yang harus disiasati oleh produser, bagaimana hal tersebut dapat ditangkap sebagai peluang yang akhirnya bisa dimasukkan ke dalam kantong jumlah penonton. Karena di Indonesia yang dilihat adalah jumlah penontonnya,” jelasnya.

Celerina mengatakan, sebagai produser tentu harus melihat komik dalam jangka panjang. “Ketika produser akan merilis film, harus mencari lokomotifnya. Harus memilih karakter yang kuat untuk bisa menarik perhatian target penonton,” jelasnya.

Menurutnya, pada saat penciptaan karakter melalui komik, harus sudah difikirkan karakter tersebut dengan intellectually product (IP), dimana IP itu bisa diturunkan ke berbagai macam bentuk.

“Jadi film ini merupakan pembuka untuk menghidupkan suatu karakter kedalam permutasi atau turunan lainnya, seperti merchandise, stiker, musik, radio, bahkan bisa juga dengan membuat café yang sesuai dengan karakter film, dan juga animasi lainnya,” terangnya.

Oleh karena itu, diperlukan strategi branding yang tepat untuk dapat menghasilkan permutasi yang besar dan kuat.

“Film dan komik tidak bisa berdiri sendiri. Seorang produser harus mempunyai tim yang kuat dalam branding ataupun marketing. Sehingga bisa mendapat pemasukkan yang lain dari permutasi-permutasi yang akan dihasilkan,” tambah Celerina.

Sementara Creator Si Juki, Creative Director Pionicon, Faza Meonk, menjelaskan komik dari sisi digital dimana format digital ini sangat mempermudah para komikus untuk melakukan penetrasi pasar dengan menjangkau pembaca yang lebih luas dan memangkas jalur distribusi komikus dalam menerbitkan karyanya.

“Ini merupakan peluang yang sangat baik bagi komikus Indonesia untuk memasarkan karyanya melalui internet. Karena, pembaca pun semakin banyak yang familiar dan menggunakan platform digital,” ujar Faza.

Selain itu, dengan platform digital ini bisa menjadi salah satu acuan untuk melakukan validasi market. “Di mana kita bisa melihat jumlah pembaca komik, komentar yang diberikan pembaca hingga besarnya engagement yang diperoleh. Hal ini dapat menarik perhatian produser untuk membuat karya komik menjadi sebuah film,” kata Faza. (Didul)