Tanaman sagu. Foto: histori.id

Menilik Histori Pengolahan Sagu di Sultra

Diposting pada

TURGO ID Ayo liburan di Sulawesi Tenggara! Lengkapi pengalaman anda di daerah pemilik areal tanaman sagu yang cukup luas, tersebar di beberapa kabupaten.

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra mencatat, lima wilayah kabupaten yang menjadi titik sentra perkebunan sagu, Kabupaten Konawe, Kolaka, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kolaka Timur.

Secara alami, pohon sagu tumbuh pada tepian sungai yang becek, tanah berlumpur dan tanah berawa, di mana pada tanah becek dan berlumpur pertumbuhan dan produksi sagu akan lebih baik. Oh, iya, suku Tolaki menyebut tanah rawa dengan O’epe.

Tanaman sagu tampak dari atas. Foto: pixabay

Berdasar data Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra pada tahun 2021, luas hamparan tanaman sagu itu yang belum menghasilkan ada sekitar 1.688 hektare, sedangkan tanaman yang menghasilkan seluas 2.607 hektare dan yang tidak terawat atau rusak seluas 206 hektare.

Secara keseluruhan, total areal tanaman sagu milik petani di Sultra mencapai 4.501 hektare dan setiap tahun bisa berkurang akibat pengolahan untuk menghasilkan sagu siap konsumsi.

Tahukah anda, mengapa masyarakat Tolaki mengolah sagu?

Pertama karena sagu merupakan sumber makanan pokok selain beras, oleh sebagian masyarakat Tolaki.  Kedua, sagu merupakan salah satu sistem mata pencaharian masyarakat Tolaki yang berlangsung secara turun temurun (tradisi).

Kemudian, ketiga, sumber daya dan potensi lahan yang memadai sangat menunjang untuk usaha tersebut. Keempat mengolah sagu tidak butuh modal banyak. Kelima sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga pengolah sagu.

Areal tanaman sagu yang cukup luas itu merupakan warisan dari leluhur yang turun temurun sehingga kepemilikan areal tanaman sagu tersebut hanya didominasi oleh masyarakat tertentu saja, yaitu masyarakat yang tingkat ekonominya lebih tinggi.

Di samping warisan dari leluhur, juga ditunjang oleh kepemilikan modal sehingga memungkinkan untuk membeli areal tanaman sagu dari masyarakat yang menjual karena kebutuhan ekonomi yang mendesak, dengan sistem pembelian per pohon dan perumpun (rapu-rapu).

Tanaman sagu. Foto: histori.id

Menurut Basrin Melamba (2012: 231) dalam tulisannya yang berjudul “Sagu (Tawaro) dan Kehidupan Etnik Tolaki di Sulawesi Tenggara“, bahwa pemilikan areal sagu yang tumbuh di sekitar rawa-rawa (O’epe) ini pada masa lampau dikuasai oleh raja atau Mokole, sehingga masyarakat yang ingin mengolah sagu terlebih dahulu harus meminta izin kepada Mokole, yang selanjutnya akan diwariskan kepada turunannya, sehingga dalam kehidupan masyarakat orang Tolaki banyak dikenal O’tobu.

Pelaksanaan kegiatan pengolahan sagu oleh masyarakat Tolaki telah dilakukan sejak jaman dahulu, selain karena sagu menjadi makanan pokok bagi sebagian masyarakat Tolaki, juga karena di sekitar wilayah daratan sulawesi tenggara memiliki potensi rumpun sagu yang cukup luas. Ada beberapa istilah yang sering dipakai masyarakat Tolaki untuk menyebut para pengolah sagu antara lain: Pemilik Pohon Sagu (Ponggawa), Kepala Pengolah (Ponggawa), dan Anggota (Ana Buah).

Kalau anda sudah tiba di Kota Kendari (ibukota Sultra), jangan lupa pesan Sinonggi, ya!

diolah dari berbagai sumber
Laporan: Novrizal R Topa