Memasuki era kenormalan baru pandemi Covid-19, sektor pariwisata mulai berbenah. Pembenahan disebabkan perkiraan terjadi tren berwisata baru. Muaranya mengarah pada kesehatan dan kenyamanan berbagai sektor wisata mulai dari atraksi, akomodasi, preferensi produk, transportasi, hingga label higienis.

Menghadapi era kenormalan baru, penerapan cleanliness, health, and safety (CHS) menjadi syarat yang mesti diterapkan di destinasi wisata. Dengan protokol ini diharapkan dapat  mendongkrak kembali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang sangat terdampak Covid-19.

Sinonggi merupakan salah satu makanan khas yang ada di Sulawesi Tenggara. Di masa lalu sinonggi dikonsumsi masyarakat yang mendiami daratan Sulawesi Tenggara, khususnya suku Tolaki. Bisa jadi karena pohon sagu yang berlimpah sebagai bahan utama pembuatannya terdapat di wilayah daratan seperti Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kolaka Timur. 

Selalu ada saja yang menarik tatkala menyapa Pulau Muna. Misteri yang terpendam tentang kearifan budaya lokal masih menjadi perbincangan oleh kalangan pemerhati budayanya. Sebut saja tentang relief lukisan pada gua Liangkori yang menggambarkan kehidupan masyarakat purba, dimana beberapa dinding gua yang melukiskan masyarakat bercocok tanam dan berburu hingga menerbagkan layang-layang (oleh masyarakat suku Muna menyebutnya Kaghati Kolope).

Menyeberang dengan perahu katinting sekitar 20 menit dari Pantai Meleura, Kecamatan Lohia Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara, kita menemukan danau yang tersembunyi sejak ribuan tahun lalu dengan ratusan bahkan mungkin ribuan ekor Ubur-ubur jinak yang tak akan menyengat sedikit pun.

Umumnya singkong direbus atau digoreng untuk dikonsumsi. Namun, lain halnya bagi masyarakat Buton dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Mereka mengolah ketela pohon, sehingga memiliki bentuk dan rasa yang berbeda saat disajikan. Olahan ubi kayu ini dinamakan kasoami.