TURGO.ID – Pulau Buton, surga tersembunyi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tak hanya menyuguhkan keindahan alam yang memukau, namun juga kekayaan budaya yang sarat makna. Salah satu tradisi unik yang menjadi ciri khas masyarakat Buton adalah Pakande-Kandea.
Tradisi pakande-kandea adalah tradisi makan bersama yang melibatkan unsur hiburan, ritual, dan interaksi sosial, politik, dan budaya. Tradisi ini merupakan tradisi khas masyarakat Buton. Pakande-kandea memiliki beberapa tujuan, di antaranya: Mensyukuri nikmat yang Allah berikan, Melestarikan budaya leluhur, Sebagai bentuk penghormatan dan saling mengdoakan.
Pakande-Kandea, dalam bahasa Buton berarti “memberi makan”. Tradisi ini lebih dari sekadar makan bersama. Ia merupakan simbol keramahtamahan, persaudaraan, dan penghormatan terhadap tamu. Dahulu, tradisi ini untuk menyambut pulang para prajurit yang berjuang membela tanah air. Kini, Pakande-Kandea menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Buton dan sering digelar dalam berbagai acara, seperti perkawinan, syukuran, atau menyambut tamu istimewa.
Tradisi ini sudah menjadi agenda tahunan sejak turun temurun. Biasanya warga melakukan sebagai syukuran menjelang masa tanam ataupun usai panen. Di beberapa tempat, warga menggelar Pakande-kandea dua kali setahun, yakni sebelum menanam dan setelah panen. Ada pula gelaran besar, setiap 3 tahun sekali atau 5 tahun sekali.
Seperti di Kabupaten Buton Selatan, masyarakat di Desa Bahari Kecamatan Sampolawa menyelenggarakan tradisi ini antara bulan Oktober-November dan Juli-Agustus. Saat acara besar-besaran tiga tahun sekali, semua perantau bahkan nelayan yang meninggalkan rumah berbulan-bulan, wajib untuk pulang Pakande-kandea. Rencananya tahun 2025 akan kembali menggelar acara ini besar-besaran. Yakni bulan Oktober-November.
“Semua warga desa akan menyiapkan makanan terbaik di rumahnya, tidak hanya untuk acara Pakande-kandea. Karena semua warga siap menyambut tamu yang datang di kampung, siapapun itu. Makanya disiapkan makanan,” jelas La Renda, tokoh masyarakat dari Lapandewa, Buton Selatan.
Makna di Balik Pakande-Kandea
Keramahtamaha; Pakande-Kandea mencerminkan semangat gotong royong dan keramahtamahan masyarakat Buton. Tindakan menyuapi adalah bentuk sambutan hangat kepada tamu yang datang.
Persaudaraan; Tradisi ini mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan antar sesama. Melalui Pakande-Kandea, perbedaan dapat dijembatani dan rasa kekeluargaan semakin terjalin erat.
Penghormatan; Menyuapi tamu adalah bentuk penghormatan tertinggi dalam budaya Buton. Hal ini menunjukkan bahwa tamu sangat dihargai dan dihormati.
Tradisi kande-kandea melambangkan kesatuan mistis dan sosial masyarakatnya, dengan cara menghadirkan arwah-arwah leluhur di tengah-tengah mereka. Pada tradisi ini juga terdapat nilai-nilai kebudayaan seperti:
– Pobhinci-bhinciki kuli (arti harafiah saling mencubit)
– Poma-masiaka (saling menyayangi)
– Popia-piara (saling menjaga)
– Pomae-maeaka (saling menanggung rasa malu),
– Poangka-angkataka (saling menghormati) dan
– Silaturahmi
Tata Cara Pakande-Kandea
Pelaksanaan Pakande-Kandea memiliki tata cara yang unik. Dimulai dengan penyajian hidangan khas Buton yang di atas nampan besar. Kemudian, tuan rumah akan menyuapi tamu sebagai bentuk penghormatan tertinggi. Tamu pun akan membalas dengan menyuapi tuan rumah. Proses saling menyuapi ini dilakukan secara bergantian hingga semua hidangan habis.
Dalam tradisi pakande-kandea, terdapat beberapa komponen, di antaranya:
– Puna Guna, yaitu orang tua atau ruan rumah pakande-kandea
– Antona Tala, yaitu semua isi konsumsi yang dipersiapkan
– Pande Sipo, yaitu anak gadis yang menjaga talam yang memenuhi beberapa persyaratan, antara lain berstatus kabua-bua atau gadis yang belum nikah, belum mempunyai ikatan tunangan yang sudah resmi, memiliki kepribadian yang prima, tidak malu-malu melayani pemuda yang akan duduk tompa, dan berlaku sama bagi semua orang yang akan tompa, berlaku sopan ketika memberikan sipo atau suapan kepada siapa saja yang tompa.
– Pande Wore, yaitu orang yang melakukan wore, yaitu dua orang pemuda atau orang tua
– Pande Tompa, yaitu orang yang duduk dan menghadapi talam
– Pande Lagu, yaitu orang yang menyanyikan lagu kadandio dan dhonauna
Nama tradisi pakande-kandea juga berbeda-beda sesuai dengan bahasa etnisnya masing-masing. Misalnya, etnis Muna (Pancana) menyebutnya kafoma-foma’a, etnis Cia-Cia menyebutnya maataa, dan etnis Wolio menyebutnya peka kande-kandea.
Pakande-Kandea dalam Perspektif Wisata
Pakande-Kandea tidak hanya menarik bagi masyarakat lokal, namun juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Pengalaman ikut serta dalam tradisi ini akan memberikan kesan mendalam dan kenangan yang tak terlupakan. Bagi wisatawan, Pakande-Kandea adalah kesempatan untuk mengenal lebih dekat budaya dan kehidupan masyarakat Buton.
Pakande-Kandea adalah warisan budaya yang tak ternilai bagi masyarakat Buton. Tradisi ini tidak hanya menjadi identitas budaya, namun juga menjadi daya tarik wisata yang unik. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, kita turut melestarikan kekayaan budaya Indonesia.
Tips untuk Wisatawan
Waktu Terbaik: Waktu terbaik untuk menyaksikan Pakande-Kandea adalah saat ada perayaan adat atau acara khusus lainnya.
Etiket: Hormati adat istiadat setempat. Kenakan pakaian yang sopan dan ikuti petunjuk dari tuan rumah. Biasanya wajib memakai sarung adat, kemeja atau baju adat dan songkok.
Dokumentasi: Abadikan momen berharga ini dengan kamera, namun jangan lupa untuk meminta izin terlebih dahulu.(*)